Bertahan
Pada patah hati yang tak pernah bisa terdefinisikan. Pada luka menganga yang tak pernah bisa dimengerti. Dan pada harapan dan mimpi yang berkali-kali dikecewakan. Barangkali sepersekian dan perulangan doa-doa kita rapuh akibat kurang bersabarnya dan kurang ikhlasnya penantian kita. Kita bertindak seolah-olah kita yang paling memahami. Kita memutuskan seolah-olah kita yang paling tersakiti. Ketika guncang, berkali-kali kita mengutuk pilihan yang telah dipilih sendiri.
Adakalanya kita tidak akan pernah mengakhiri semua. Pada hujan yag ditunggu rintik-rintik jatuhnya, hingga embun tercipta sesudahnya. Katanya, jika belum bisa selesai dengan urusan diri sendiri. Tidak bijak rasanya mengurusi orang-orang yang tetap bertahan berdamai dengan dirinya sendiri. Jika belum bisa bersabar dengan kenyataan pahit yang mendera. Tidak perlu mengutuk orang-orang yang memiliki keyakinan kuat perihal sakit hati yang telah, sedang, atau ingin ditabahkan.
Dan jika belum bisa mencoba taat dan dekat dengan yang Memiliki Segala. Tidak perlulah mengecilkan orang-orang yang memaksimalkan upaya untuk lebih taat dan dekat dengan-Nya, dengan tidak mengambil bagian yang bukan menjadi urusan kita. Sebab urusan kita adalah bagaimana semestinya tegar setelah berkali-kali dijatuhkan pada lembah curam yang kita ciptakan. Urusan kita adalah bagaimana kita mendidik diri, menerima kenyataan dan bersahabat dengan itu pula.
Sadari atau tidak ingin peduli. Sejatinya tidak hanya diri yang dirundung patah hati dan sedih hati yang berkecamuk. Banyak sekali kita luput dan menganggap remeh temeh semuanya.
Tetapi, ada yang memilih untuk menampakkannya dengan jelas, ada yang memilih untuk menjelaskan pada seluruh dunia tentang dirinya. Ada yang mengadu hanya pada Pencipta-Nya, merengek dan memohon agar semua lekas berlalu. Ada juga yang hanya bercerita pad teman dan orang-orang yang dirasa cukup dekat. Ada yang berpura-pura bahagia menerimanya, bahkan ada yang berpura-pura lupa untuk melupakannya. Dan ada yang berpura-pura sudah sembuh dari luka walau belum ikhlas. Banyak alasan dan pilihan-pilihan lainya yang pasti memiliki resiko dan konsekuensi yang ditanggung masing-masing. Tidak ada pilihan yang lebih baik ataupun lebih buruk, semua sama saja.
Mungkin, kita adalah doa-doa yang tak kunjung terwujud. Hingga di akhir masa nanti, perasaan kita akan benar-benar dibuat takjub, berbahagia berkali-kali meski sebelumnya kita melewati fase yang begitu menyakitkan. Kita tidak tahu, pada bagian mana Allah mengabulkan doa-doa kita, pada tangan-tangan siapa Allah ijabah. Pada bagian mana Allah akan menyembuhkan luka-luka kita. Dan kepedihan semacam apa yang akan Allah gantikan dengan ganti yang lebih baik, yang begitu indah.
Tapi ingat ini, ucapkan terimakasih pada diri. Terimakasih sudah mau bertahan, meski banyak yang meninggalkan. Terimakasih untuk tetap baik-baik saja, meski hancur lebur tak karuan banyak dirasa.
Terimakasih sudah mau jadi diri sendiri, dengannya itu kau tidak berlebihan ingin menjadi orang lain dengan segala kelebihan yang meliputi, meski seringkali lelah dan ingin menyerah.
Terimakasih sudah mau jadi diri sendiri, dengannya itu kau tidak berlebihan ingin menjadi orang lain dengan segala kelebihan yang meliputi, meski seringkali lelah dan ingin menyerah.
Terimakasih sudah sedikit menahan rasa ingin mengeluh kepada manusia, dengannya itu tidak menjadi beban bagi orang lain, tidak membuat banyak telinga sumbat mendengar keluh kesahmu.
Terimakasih sudah tidak banyak berharap kepada selain-Nya, dengannya itu membuat hati ikhlas menerima dan hanya bergantung pada tali yang sangat kokoh.
Terimakasih sudah mau membersamai dan menemani sampai detik ini. aku sangat mencintaimu, sungguh. Segala puji bagi-Nya yang telah menguatkan diri ini. Tanpa-Nya ku bukan apa-apa.
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan komentar yang membangun