Belajar dari Kisah Ibn Umi Maktum


Mereka ada di sudut - sudut ruang sejuk itu, tatkala senyum sapaan terlempar dari raut wajah mereka yang polos nan berseri, rasanya dakwah itu tidak perlu lompat jauh keluar ruangan, ya mereka datang duduk seolah menanti sentuhan - sentuhan. Mereka datang dengan membawa seberkas cahaya yang siap untuk di jaga agar tidak padam. Tidak ada yang salah ketika kita memiliki ekspektasi yang besar, ambisi yang kuat, keyakinan yang kokoh dalam mengajak mereka yang terhindar di luar untuk diselamatkan. Namun bagaimana yang berada di sudut ruangan itu? Bukankah mereka pun butuh sentuhan keikhlasan?

Akhirnya, semua itu mengingatkan akan sebuah kisah yang menjadi pelajaran, abadi dalam surat cinta-Nya, bahkan menjadi sebuah renungan yang berarti, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam Pernah di tegur oleh Allah Subhanahu wa ta'ala karena telah bermuka masam kepada seseorang yang berharap mendapatkan pengajaran darinya. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam hanya fokus bagaimana akhirnya pembesar Quraisy menerima apa yang ia ajarkan, tatkala itu sebuah ayat pun mengilhaminya.

"Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling. Karena seorang buta telah datang padanya. Dan tahukah engkau? Barangkali ia ingin menyucikan dirinya. Atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar - pembesar Quraisy). Maka engkau memberikan perhatian kepadanya. Padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan dirinya (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera. Sedang dia takut (kepada Allah). Engkau (Muhammad) malah mengabaikannya. (QS. 'Abasa : 1 - 10)

Ikhwahfillah, kita sama - sama mengetahui, seorang yang buta yang ingin mendapatkan pengajaran dari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam adalah Abdullah ibn umi maktum. Hingga akhirnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengistimewakan Ibn Umi Maktum sebab ia adalah menjadi penanda datangnya ilham tersebut. Maka sempat terpikir bahwa ada berapa banyak Ibn Umi Maktum yang menanti di ruangan itu, namun kita lebih fokus bagaimana akhirnya dakwah ini di terima oleh orang - orang yang hampir saja abai, kita terlalu banyak bergerak di luar sana, tidak ada yang salah, sebab dakwah tidak pernah memilih objek, namun Ibn Umi Maktum itu sedang menanti kehadiran kita. Maka kembalilah, rangkul Ibn Umi Maktum itu, barangkali ia sedang menantimu, ingin mendapatkan pengajaran darimu, ingin mendengarkan pesan nasehat yang keluar dari lisanmu nan penuh keindahan.

Indahnya karakter seorang Mush'ab Ibn Umair, sulit untuk terungkapkan bagaimana Mush'ab "yang baik" mampu mempesona pembesar Madinah untuk menerima islam, padahal sebelumnya mereka mengancam ingin membunuh Mush'ab. Namun kepiawaiannya dalam menyampaikan kebenaran akhirnya islam begitu mudah diterima. Belumlah kita menghadapi musuh - musuh Allah, yang harus kita sampaikan dakwah kepadanya, belum ya, rintangan kita belum sampai kesana. Masih Ibn Umi Maktum yang harus kita selamatkan, mereka sekarang terduduk bersandar di ruangan mushola ataupun langgar untuk menanti senyuman tulusmu. Hampirilah ia.

Sekarang kuncinya adalah kita, bukan perkara bisa atau tidaknya. Namun terletak pada mau atau tidak. Jika berharap musim semi itu segera datang, maka lakukanlah kebaikan itu dari orang - orang yang terdekat, seperti saat awal mula dakwah Rasulullah, bagaimana akhirnya beliau memilih sahabat terdekatnya Abu Bakar, sepupunya Ali hingga istrinya Khadijah untuk menemaninya dalam memperjuangkan diinullah, semua berawal dari yang terdekat. Mungkin seperti itulah kondisi kita sekarang.

Wallahu'alam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Soal-Soal Sistem Informasi Kesehatan

Teks Doa Dies Natalis Kampus

SURVEILANS KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PERILAKU