Cerpen Remaja Inspirasi
Mufti, seorang anak gadis yang cerdas, ia terlahir dari keluarga yang memiliki status ekonomi rendah. Ayahnya juga telah meninggal dunia saat ia masih duduk di bangku SMP kelas 2. Mufti merupakan anak sulung dan ia memiliki dua saudara, kini ia hanya tinggal bersama ibu dan adiknya yang masih duduk di bangku SD. Ibunya sehari-hari hanyalah bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Saat ini Mufti duduk di SMA Swasta didaerah tempat ia tinggal dengan biaya sekolah yang cukup mahal. Sehingga membuat Mufti harus bekerja. Bosnya sangat baik hati sehingga semua biaya sekolah ditanggung olehnya. Mufti kini tinggal bersama bosnya untuk mengurus rumah dan urusan dapur bosnya. Di sekolah, Mufti dikenal sebagai siswa yang giat belajar.
Semua guru memperhatikannya, sehingga banyak siswa yang iri dengannya. Setiap harinya, dia selalu mendapat ejekan dari teman-teman sekolahnya. Tapi tidak semua temannya memperlakukannya seperti itu. Nadia, teman yang selalu ada dan menemaninya. Nadia berbeda dari Mufti , Nadia terlahir dari keluarga yang kaya tapi Nadia tak pernah sombong akan kekayaan orangtua . Kekayaan orangtua Nadia tidak menghalangi kedekatan mereka bahkan mereka sudah seperti saudara sendiri.
Jarum jam menunjukan pukul 03 .00 pagi Mufti pun bangun dari tidurnya dan mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat tahajud, diakhir sholat ia pun tidak lupa ia berdoa meminta apa yang diinginkannya terhadap Tuhan-Nya. Selesai berdoa ia ke dapur mengambil sepiring nasi dengan lauk tahu, dan dimakannya dengan lahap untuk sahur. Lalu ia mengambil buku pelajaran untuk dibacanya sambil menunggu sholat subuh.
Udara pagi begitu sejuk dan mentari dipagi hari menyingsing begitu cerahnya. Setelah semua kegiatan telah terselesaikan ia berangkat sekolah dengan mengayuh sepeda peninggalan ayahnya dan bersepeda dari rumah ke sekolah sekitar 2,5 km. Sampai di sekolah ia masuk dan mengikuti pelajaran yang akan segera dimulai.
Bel masuk berbunyi tanda jam pertama pelajaran dimulai tapi saat itu guru yang masuk tidak hadir. Tiba-tiba, ada beberapa cewek datang menghampiri Mufti dan menariknya ke luar menuju ruang seni. Mufti hanya terdiam tak berani membantah. Nadia yang tahu akan hal itu langsung mengikutinya dari belakang.
“Dasar cewek sampah!” bentak salah satu cewek.
“Apa salahku sampai kalian ngebuli aku terus?” tanya Mufti sambil menangis
“Eh… gembel. Kamu seharusnya tahu kalau yang dipuji-puji semua guru itu aku bukan kamu. Kamu itu gak pantas diperlakukan seperti itu.” Bentak cewek tadi.
Mufti hanya terdiam dan tak bisa berkata apapun pada mereka. Nadia datang menghampiri mereka, Nadia pun melerai beberapa cewek itu, dan mereka bertiga pergi meninggalkan Nadia dan Mufti.
“Kamu tidak apa-apa kan Muft?” tanya Nadia
Mufti hanya menggelengkan kepalanya, Nadia pun memeluk Mufti dan menenangkannya serta membawanya kembali di kelas.
Hari-hari mereka lalui dengan penuh canda tawa dan suka cita bersama. Sampai tiba saatnya detik kelulusan sekolah, Hal itu membuat para siswa dalam tangisan bahagia dan duka. Mufti dan Nadia akhirnya lulus dan keduanya saling berpelukakan untuk perpisahan pertemuan mereka. Yang membuat bangga adalah nilai ujian Mufti tertinggi nomor tiga dari seluruh siswa/i di Indonesia. Sehingga ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan ke Universitas Indonesia impiannya selama ini. Tapi ia juga ingin mencarikan pekerjaan yang lebih baik untuk ibu dan adiknya.
Mufti pun tak bekerja lagi di rumah bosnya yang selama ini membiayai pendidikan Mufti, sebelum pergi ia tak lupa untuk mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan bosnya selama ini.
Ia pun melamar pekerjaan di perusahaan farmasi sebagai detailer. Walau jarang orang bercita-cita menjadi detailer, tak mudah pula untuk memasukinya. Persyaratan menjadi tenaga pemasar farmasi sangat rumit seperti memiliki kepribadian yang menarik, fisik dan mental yang kuat, memiliki kemampuan komunikasi yang baik, sehat jasmani dan rohani dengan melalui tes kesehatan maupun psikotest. Banyak saingan tidak membuat mentalnya kendur begitu saja, tapi menambah semangat untuk mendapatkan pekerjaan itu.
Setelah berhasil mendapatkan pekerjaan sebagai detailer selanjutnya ia menjalani serangkaian pelatihan yang terdiri medical knowledge, produk knowledge, selling skill, dan peraturan perusahaan. Bila sudah lulus pelatihan ia akan ditugaskan di berbagai kota di seluruh Indonesia. Beruntungnya ia ditempatkan di daerah Jakarta dimana tempat ia kuliah. Pagi sampai sore ia kuliah dan sore sampai malam bekerja, itu dilakukan setiap harinya. Belum lagi tugas kuliah yang menumpuk, tetapi ia melakukannya dengan ikhlas dan senang hati. Ditengah kesehariannya ia juga mengunjungi panti asuhan untuk memberi bantuan dengan apa yang dimilikinya. Mufti meluangkan waktunya untuk bermain dan berbagi ilmu dengan anak-anak panti asuhan. Perhatian serta kasih sayangnya terhadap mereka sangat tulus .
“Adek-adek kakak pulang dulu ya, besok kalau ada waktu kakak pasti kesini.”
“Kok gitu sih kak, kami masih mau main dan belajar bersama kakak” kata salah satu anak panti tersebut.
“Nggak boleh sedih gitu dong, nanti kakak ikut sedih. Mana semangat kalian” kata Mufti menyemangati anak-anak panti.
“Iya kak kita gak sedih lagi, kakak hati-hati ya kalau pulang” jawab anak itu
Mufti pun menuju kost dan beristirahat sejenak untuk menghilangkan capek. Kebiasaan buruk selalu dilakukan kembali yaitu tidur sambil membaca, ia pun tertidur lelap.
Malam harinya ia berangkat bekerja dengan mengendarai sepeda. Di tengah perjalanannya , ia mulai terasa capek dan mengantuk. Braaaaaaaaakkk…!!! Tiba–tiba ia menabrak sebuah bus yang ada di depannya dari arah berlawanan ia terpental mengenai truk di belakangnya dan jatuh di jalan, darah segar keluar deras, matanya buram seakan tak bisa melihat apa yang telah dialami. Mobil ambulan segera datang dan membawa Sindi menuju rumah sakit untuk mendapatkan penanganan segera. Setelah sampai ia pun dibawa di ruang UGD, dokter dan perawat bergegas menanganinya dengan cepat. Ibu Mufti yang mendapat kabar tersebut langsung pergi menuju rumah sakit dimana anaknya dirawat walaupun harus menempuh jarak jauh. Selesai ditangani dengan segera, dokter memberitahukan bahwa kaki kiri Mufti harus segera diamputasi karena mengalami pembusukan. Karena lama menunggu, dokter menghubungi ibunya Mufti untuk meminta keputusan. Tak berpikir panjang sang ibu menyetujuinya. Kemudian operasi dilakukan dengan segera karena biaya operasi juga sudah ditanggung oleh perusahaan di mana Mufti bekerja. Beberapa jam kemudian operasi berhasil dilakukan. Mufti kemudian dipindahkan ke ruang perawatan. Ia berada di ruang perawatan seorang diri tanpa ada yang menemani karena sang ibu belum sampai di rumah sakit.
Pagi hari ibunya barulah sang ibu sampai ke rumah sakit karena keadaan jalan yang macet. Ibunya hanya bisa meneteskan air mata tak tega melihat sang putri kesayangannya berbaring lemah. Nadia yang tahu berita bahwa Mufti kecelakaan langsung menghampirinya di rumah sakit. Sampai di sana Nadia hanya bertemu dengan ibu Mufti, Mufti pun baru siuman dan ia kebingungan dengan keadaan ruangan yang ia tempati, selain itu ada juga Nadia dan ibunya yang hadir di sebelahnya.
“Ibu, Nadia ada apa kok pada ngumpul, terus ini aku di mana?” tanya Mufti bingung
“Kamu ada di rumah sakit kemarin kamu kecelakaan” jawab Nadia.
Mufti kaget kemudian ia mengingat kejadian kemarin saat ia mencoba menggerakkan anggota badannya. Di situlah ia merasakan keganjalan bahwa ada sesuatu yang terjadi pada kaki kirinya. Ia pun membuka kakinya yang tertutup selimut. Setelah melihat apa yang terjadi ia menjerit shok dan menangis, ibunya memeluk dan Nadia berusaha menenangkannya.
“Muft, semua udah terlanjur dan aku yakin cobaan ini pasti ada hikmahnya, kamu harus tetap optimis kejar impianmu. Anggap saja ini ujian dibalik kesuksesanmu, percayalah Allah tidak akan menguji hambanya melampaui batas kemampuan umatnya” kata Nadia
“Terima kasih Nad kamu selalu ada buat aku dan selalu mengingatkanku” Dengan lemas Mufti menyahut.
“Sama-sama” jawab Nadia
Nadia memeluk Mufti dengan erat, beberapa hari setelah keadaan Mufti membaik ia diperbolehkan untuk pulang.
Setelah beberapa hari Mufti kembali bekerja lagi, tetapi atasannya tidak bisa menerimanya lagi karena fisiknya yang taklagi sempurna. Atasannya kurang yakin dengan kondisinya sekarang yang tak memungkinkan untuk bekerja kembali. Mufti pun terus memohon dan meminta kesempatan untuk membuktikan bahwa ia layak untuk tetap bekerja walaupun dengan satu kaki. Akhirnya dengan begitu Mufti diterima kembali. Pekerjaannya dilakukan dengan tekun dan membuat atasannya merasa bangga sekaligus haru dengannya.
Hari pertama saat ia kembali bekerja cobaan selalu datang menghampirinya. Di kantornya ada salah satu teman yang tidak menyukainya kalau Mufti selalu dipuji atasannya. Tiba saat itu Mufti difitnah bahwa ia mencuri uang perusahaan. Kemudian ia dibawa ke kantor polisi untuk ditindak lanjuti, dan akhirnya Mufti di penjara. Meskipun begitu Mufti tidak pernah berhenti berdoa dan sholat malam untuk memohon petunjuk. Selang beberapa hari telah terungkap kejadian yang sebenarnya. Kini dia merasa senang karena semua doanya terkabul, salah satu rekan kerja yang selalu dekat dengannya tahu kejadian yang sebenarnya dan melapor pada atasannya agar Mufti segera dibebaskan. Dan ia akhirnya bisa kembali bekerja dan belajar lagi.
Mufti mulai belajar mengendarai motor dengan satu kaki, dan akhirnya terbiasa. Sampai sekarang ia tetap kuat menjalaninya. Di sisi lain musibah datang berturut-turut namun Mufti tetap tabah. Ia selalu tanamkan dalam hati dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikannya. Walaupun masalah datang silir berganti, tak membuatnya lelah dan menyerah terhadap masalah yang datang.
Setelah lama bekerja ia mengambil hari untuk cuti dan pulang ke halaman rumah menemui sang ibu untuk menghilangkan rasa kangennya. Di sana ia menghabiskan waktunya bersama adik dan ibunya. Dulu hidupnya tak seperti sekarang, untuk membeli secarik kain tak pernah ia dapatkan, tapi kini berbeda semua yang diinginkan adiknya pasti dibelikan.
Setelah selesai berlibur Mufti kembali ke Jakarta. Memulai tugasnya sebagai mahasiswi dan pekerja. Kini ia sudah menempati semester ke 8 dan sebentar lagi pelaksanaan wisuda. Tiba saatnya Mufti terus berdoa dan belajar demi meraih kelulusan dan gelarnya. Setelah terlewati, kini hanya menunggu pengumuman kelulusan. Irama jantung bergetar cepat seakan ia dikejar seekor harimau, raut wajah gelisah, keringat dingin keluar cukup deras. Mufti yang duduk di sebelah ibunya di aula memegang erat tangan sang ibu dan terus berdoa.
Pengumuman dinyatakan lulus semua dan dibacakan yang akan mendapat nilai tertinggi, ternyata Mufti salah satu mahasiswi yang mendapat nilai tertinggi tersebut. Ia mendapat banyak tawaran untuk bekerja. Tapi ia tetap setia bekerja sebagai detailer. Ibunya terus membujuknya agar berpindah pekerjaan karena ibunya tidak tega melihat sang anak kesulitan bekerja dengan satu kaki. Akhirnya ia menerima tawaran di rumah sakit sebagai apoteker. Setelah beberapa tahun, ia mendapat tawaran di Eropa. Ia pun mengambil tawaran itu dengan izin sang ibu.
Tiba saatnya berangkatlah Muftia ke Eropa ia menyiapkan segala yang akan dibawanya. Dimana mimpinya kini terwujud. Kehidupannya kini berubah drastis. Setelah bekerja di Eropa tepatnya di Jerman, ia bertempat tinggal di sana hanya sementara. Di Jerman , ia bertemu dengan seorang pria tampan yang berprofesi sebagai dokter yang bernama Maichel. Kedekatan mereka mulai terlihat. Maichel mulai mendekati Mufti. Setelah lama saling mengenal ,mereka akhirnya berencana untuk menikah. Pernikahan akan dilaksanakan di Indonesia. Ibunya sangat bangga memiliki seorang putri yang selalu berjuang untuk meraih mimpi. Kini Mufti berhasil meraih cita-cita dan cintanya yang selama ini ia impikan.
“Jadikan mimpimu itu kenyataan. Kekurangan yang ada di dalam diri kita tidak akan bisa mengalahkan semangat dan kemauan serta doa yang selalu kita haturkan kepada Tuhan. Berbaktilah pada orangtua, karena doanya jugalah penentu keberhasilan"
Komentar
Posting Komentar
Tinggalkan komentar yang membangun